Oleh Adhi Wicaksono
“They’re on the streets
Breaking the rules
From broken homes,
We’re nobody’s fools”
(The Casualties - Street Punk)
Breaking the rules
From broken homes,
We’re nobody’s fools”
(The Casualties - Street Punk)
Mereka ada di jalanan,
berbagi siang dan malam dengan kehidupan...
Lepas dari segala ikatan adalah impian. Meninggalkan rumah, membebaskan diri dari kenyamanan. Sesekali mereka kembali, sejenak melepas rindu pada keluarga
tercinta. Namun, kadang kala yang diterima hanyalah penolakan. Keluarga pun sulit menerima keputusan mereka menjadi anak punk.
Mereka ada di jalanan,
menggunakan nyali dan keterampilan untuk bertahan...
Dalam sebuah tongkrongan, semua serba terbuka, termasuk pada kawan dari luar daerah. Jiwa liar berkumpul dalam lingkaran, dengan ide-ide gila yang beragam. Asas kebersamaan dan prinsip do it yourself-lah yang menyatukan. Demi musik dan makan apapun mereka lakukan. Mulai dari mengamen, sampai men-tattoo teman sendiri. Saweran kerap dijalankan demi menyiasati kerasnya hidup di jalanan. Untuk sebatang rokok, hingga seliter minuman penghangat malam.
Mereka ada di jalanan,
menjalani hari demi hari dengan menyatukan kepalan tangan...
Stigma negatif masyarakat melekat erat di badan mereka. Mulai dari kriminal, pemabuk, hingga preman. Bagi mereka, label itu tak lebih dari angin lalu. Tak peduli siapa dan dari mana, semua dalam satu suara berjuang membentuk ruang-ruang baru untuk mandiri. “Punk adalah merayakan hidup untuk melakukan sesuatu dengan kemampuan sendiri,” jawab salah satu dari mereka.
Mereka ada di jalanan,
Melawan keteraturan, mencari kebebasan...
Beberapa orang tidak segan mengajak bercengkerama, beberapa ingin mereka masuk penjara. Beberapa tulus menghargai, beberapa kesal memaki. Mungkin yang meremehkan mereka itu lupa, kalau dibalik jaket lusuh, kaus kumal dan jeans tipis itu juga manusia.
berbagi siang dan malam dengan kehidupan...
Lepas dari segala ikatan adalah impian. Meninggalkan rumah, membebaskan diri dari kenyamanan. Sesekali mereka kembali, sejenak melepas rindu pada keluarga
tercinta. Namun, kadang kala yang diterima hanyalah penolakan. Keluarga pun sulit menerima keputusan mereka menjadi anak punk.
Mereka ada di jalanan,
menggunakan nyali dan keterampilan untuk bertahan...
Dalam sebuah tongkrongan, semua serba terbuka, termasuk pada kawan dari luar daerah. Jiwa liar berkumpul dalam lingkaran, dengan ide-ide gila yang beragam. Asas kebersamaan dan prinsip do it yourself-lah yang menyatukan. Demi musik dan makan apapun mereka lakukan. Mulai dari mengamen, sampai men-tattoo teman sendiri. Saweran kerap dijalankan demi menyiasati kerasnya hidup di jalanan. Untuk sebatang rokok, hingga seliter minuman penghangat malam.
Mereka ada di jalanan,
menjalani hari demi hari dengan menyatukan kepalan tangan...
Stigma negatif masyarakat melekat erat di badan mereka. Mulai dari kriminal, pemabuk, hingga preman. Bagi mereka, label itu tak lebih dari angin lalu. Tak peduli siapa dan dari mana, semua dalam satu suara berjuang membentuk ruang-ruang baru untuk mandiri. “Punk adalah merayakan hidup untuk melakukan sesuatu dengan kemampuan sendiri,” jawab salah satu dari mereka.
Mereka ada di jalanan,
Melawan keteraturan, mencari kebebasan...
Beberapa orang tidak segan mengajak bercengkerama, beberapa ingin mereka masuk penjara. Beberapa tulus menghargai, beberapa kesal memaki. Mungkin yang meremehkan mereka itu lupa, kalau dibalik jaket lusuh, kaus kumal dan jeans tipis itu juga manusia.