Kamis, 16 Juni 2011

Rumah Impian

Rumah Impian
Oleh Maria Yuniar

 






Matahari masih memancarkan sinarnya sore ini. Aku dan keluargaku bersantai menikmati pancaran mentari sore di beranda rumah kami yang indah. Kaca jendela rumah kami memantulkan secercah keindahan sinar sang mentari. Halaman rumah kami yang dipenuhi tumbuhan rindang, membuat suasana semakin nyaman. Semilir angin pun membuai kami semua.

Sudah lama aku tidak menikmati berbagai minuman segar yang disediakan di kafe sebelah. Ya, rumahku bersebelahan dengan kafe yang ramai dikunjungi orang. Biasanya ayah, ibu maupun kakak sering mampir ke sana sebelum pulang ke rumah. Mereka tak pernah lupa membawakan spaghetti serta milkshake untukku.

Hari ini aku tidak ada jadwal kursus. Senang sekali! Aku bisa bermain bola sepuasnya dengan kawanku di lapangan kompleks perumahan tempat aku tinggal. Lapangannya luas sekali. Aku harus berlari sangat jauh untuk mengejar bola.

Usai bermain bola, aku dan teman-temanku pulang karena sopirku telah menjemput. Aku mengantarkan temanku karena rumahnya tak jauh dariku. Tapi bermain bola sungguh membuat haus dan aku meminta segelas air saat tiba di rumahnya. Temanku mempersilakanku untuk mengambil minuman langsung di dapurnya. Sebenarnya aku sedikit sungkan, karena di sana ada ibunya yang sedang makan bersama kedua adiknya.Di perjalanan pulang, aku melihat kawanku yang lain berdiri di depan rumahnya. Ia kelihatan cantik dengan gaun berwarna putih berpadu merah muda. Nampaknya ia sedang bersiap-siap hendak pergi bersama neneknya.

Akhirnya aku sampai juga di rumah. Ternyata ibu sedang pergi. Kata ayah, ibu baru saja berangkat ke salah satu binatu di pusat perbelanjaan untuk mengambil pakaian-pakaian kami.
. . .
Ternyata aku hanya bermimpi. Ah... alangkah indahnya, membuat aku tidak pernah ingin bangun. Aku berharap saat bangun, rumahku menjadi seindah rumah yang ada di mimpiku.

Bukan rumah di pinggir rel seperti ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar